Senin, 13 Juni 2011

PERENCANAAN PENEMPATAN BASE STATION WCDMA DI DENPASAR

Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2009 (SNATI 2009) ISSN: 1907-5022
Yogyakarta, 20 Juni 2009
G-76
PERENCANAAN PENEMPATAN BASE STATION WCDMA DI DENPASAR
I Putu Dodi Irawan1, Arfianto Fahmi 2, Kris Sujatmoko3
1,2,3Departemen Teknik Elektro Institut Teknologi Telkom
Jl. Telekomunikasi, Dayeuh Kolot Bandung, 40254
E-mail: iputudodi@yahoo.com1 , arf@ittelkom.ac.id2, krs@ittelkom.ac.id 3
ABSTRAK
Pada awal abad 21 teknologi komunikasi wireless sudah memasuki generasi ketiga.Dimana teknologi
komunikasi saat tersebut harus memenuhi persyaratan diantaranya service yang bersifat global dan
portable.Melalui teknologi ini seseorang bisa melakukan: telepon,sms,mms,faximili,video conference,video
streaming dan koneksi internet dengan kecepatan tinggi.Menurut standar baik dari Eropa,Jepang maupun USA
maka teknologi diatas dikenal dengan istilah IMT-2000 atau UMTS (Universal Mobile Telecomunication
System).Dalam penelitian ini akan dibahas perencanaan dan analisa penempatan base station WCDMA di
Denpasar.
Dari sisi perencanaan kita bisa mengetahui perhitungan link budget pada arah uplink dan
downlink,perhitungan kapasitas trafik per sel, perhitungan radius sel dengan loading factor tertentu dan
banyaknya site yang diperlukan untuk mengcover area layanan.Dari sisi analisa penempatan kita akan melihat
penempatana base station agar mendapat area cakupan yang optimal sesuai dengan kapasitas dan topologi
areanya. Untuk mempermudah analisa penempatan base station, maka kita akan menggunakan software
Mapinfo, Google earth dan RPS (Radiowave propagation Simulator). Setelah mendapat banyaknya site beserta
jari-jarinya, kita akan melakukan perkiraan penempatan base starion pada Mapinfo. Perkiraaan penempatan
akan mempertimbangkan daerah urban dan suburban berdasarkan data kepadatan penduduk dan struktur
bangunannya. Setelah didapat perkiraan penempatan pada Mapinfo,maka hasil penempatan tersebut akan
diplot ke dalam Google earth. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan alamat dan plot bangunan disekitar site.
Setelah didapat plot bangunan disekitar site, maka akan dilakukan simulasi dengan RPS.
Kata Kunci : basestation, CDMA
1. Latar Belakang
Pada awal abad 21 teknologi komunikasi
wireless sudah memasuki generasi ketiga.Dimana
teknologi komunikasi saat tersebut harus memenuhi
persyaratan diantaranya service yang bersifat global
dan portable. Melalui teknologi ini seseorang bisa
melakukan :
telepon,sms,mms,faximili,videoconference,video
streaming dan koneksi internet dengan kecepatan
tinggi.Menurut standar baik dari Eropa,Jepang
maupun USA maka teknologi diatas dikenal dengan
istilah IMT-2000 atau UMTS (Universal Mobile
Telecomunication System).Di sisi air interfacenya
teknologi yang dipakai bisa berupa: WCDMA,TDCDMA
atau Wideband cdmaone tergantung dari
kebijaksanan negara masing-masing.WCDMA
berbasis packet service dengan menggunakan
standar Direct Sequence Spread Spectrum (DS-SS)
yang memakai FDD. Laju data yang tinggi yang
mampu mencapai 2 Mbps di local Area dan 384
Kbps atau 144 Kbps di Wide Area, dengan mobilitas
penuh. Data rate yang lebih tinggi ini membutuhkan
band frekuensi radio yang lebih lebar, karena itulah
WCDMA dengan carrier bandwidth 5 Mhz dipilih;
dibandingkan dengan bandwidth carrier 200 khz
milik GSM. Masih banyak kelebihan WCDMA
dibandingkan dengan teknologi yang dimiliki oleh
GSM, oleh karena itu WCDMA adalah salah satu
kandidat utama untuk standar UMTS (Universal
Mobile Telecommunication System). UMTS
merupakan teknologi akses jamak yang diramalkan
akan menggeser popularitas GSM, GPRS, maupun
teknologi CDMA.Sesuai dengan perkembangan dan
kebutuhan akan layanan data bergerak dan laju data
yang tinggi di wilayah Denpasar, diperlukan suatu
jaringan UMTS yang mampu melayani kebutuhan
layanan tersebut. Untuk itu dalam Penelitian ini,
penulis akan membahas penentuan lokasi BTS
WCDMA di Denpasar.
2. Tujuan Penelitian
Penentuan lokasi penempatan dan banyaknya Base
Station pada area perencanaan berdasarkan kapasitas
dan topologi areanya.
1. Simulasi penempatan Base station pada Google
earth untuk mengetahui posisi dan area layanan
dari tiap Base station berdasarkan kapasitas dan
topologi areanya.
3. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan metode:
1. Melakukan pengamatan dan pengumpulan data,
2. Mengolah dan menganalisis data yang
diperoleh,
Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2009 (SNATI 2009) ISSN: 1907-5022
Yogyakarta, 20 Juni 2009
G-77
3. Merencanakan sistem yang diinginkan
berdasarkan data yang diperoleh dan kondisi
wilayah pelayanan,
4. Mengaplikasikan hasil perencanaan ke dalam
software simulator untuk memvisualisasikan
hasil perencanaan.
4. Perencanaan Kapasitas
4.1 Prediksi Jumlah Pelanggan
Dalam melakukan perancangan jaringan ini
tentunya kita harus mempertimbangkan kebutuhan
pelanggan di masa mendatang, maka untuk
mengantisipasi jumlah pelanggan selama periode
tersebut diperlukan estimasi pertumbuhan jumlah
pelanggan.
Estimasi jumlah pelanggan dapat dihitung
dengan persamaan[6] berikut :
( )n
n p U =U 1+ f 0
Dimana:
Un : jumlah user total setelah tahun ke-n
Uo : jumlah user saat perencanaan
fp : faktor pertumbuhan
n : jumlah tahun prediksi
5. Kapasitas Pelanggan Per Base Stasion
Kapasitas yang dimaksud merupakan jumlah
pelanggan yang dapat dilayani dalam suatu site.
Untuk jenis layanan yang berbeda, kapasitas site
juga akan berbeda.Untuk menghitung kapasitas
uplink kita dapat menggunakan persamaan[1]
dibawah ini.
Dimana:
• uplink η = Load Factor
• Rc = ChipRate
• Gs = Gain Sectoral
• Vi = activity factor
• Ri = bit rate
• f = interference factor
6. Kepadatan Trafik
Untuk melakukan estimasi kepadatan trafik total
layanan UMTS menggunakan Offered Bit Quantity
(OBQ). OBQ adalah total bit throughput per km2
pada jam sibuk. Pada dasarnya untuk setiap layanan
UMTS, OBQ selama jam sibuk untuk suatu area
tertentu dihitung berdasarkan beberapa asumsi, yaitu
penetrasi user durasi panggilan efektif, Busy Hour
Call Attempt (BHCA) dan bandwidth dari layanan[4].
Sehingga persamaannya menjadi :
OBQ = σ x p x d x BHCA x BW
Dimana :
σ : kepadatan pelanggan potensial dalam
suatu daerah [user/km2]
p : penetrasi pengguna tiap layanan
d : lama panggilan efektif [s]
BHCA : Busy Hour Call Attempt [call/s]
BW : bandwidth tiap layanan [Kbps]
7. Jumlah sel berdasarkan kapasitas[8]
Kapasitas informasi yang terdapat pada tiap sel
UMTS dibagi dengan OBQ dalam Kbps/km2
sehingga didapatkan luas cakupan sel dalam km2.
Dengan didapatkannya luas cakupan sel tersebut
maka dapat diperoleh jumlah sel yang dibutuhkan.
Karena km2 / cell menunjukkan luas cakupan sel
sehingga persamaan di atas dapat ditulis:
Dimana L merupakan luas cakupan sel. Sehingga
jumlah sel yang diperlukan dapat dicari dengan
persamaan :
Luas cakupan sel yang berbentuk heksagonal
dapat ditentukan dengan persamaan di bawah ini :
Luas sel heksagonal = 2,6 . r2
Dimana r adalah radius sel. Apabila luas cakupan
sel diketahui maka dapat pula ditentukan radius sel
yang digunakan.
8. Perencanaan Coverage
8.1 Radio link budget [1]
Dalam perhitungan Radio Link Budget ada
beberapa parameter penting yang berlaku hanya
pada WCDMA dan tidak pada GSM, yaitu:
• Interference Margin : diperlukan untuk
mengantisipasi loading dari cell (load of
factor). Semakin besar loading maka semakin
besar margin yang dibutuhkan sehingga
coverage-nya membesar. Biasanya untuk kasus
keterbatasan coverage, besar interference
margin adalah 1.0–3.0dB atau sebanding
dengan 20–50% loading.
• Fast Fading Margin (Power Control
Headroom) : terdapat didalam mobile station
untuk mengantisipasi fast fading yang terjadi
ketika pergerakan MS lambat (pedestrian).
Umumnya sekitar 2.0–5.0 dB.• Soft Handover Gain : terjadi akibat dari
penambahan penguatan macro diversity yang
timbul karena menurunnya kebutuhan Eb/No
relative terhadap satu radio link. Besarnya
biasanya sekitar 2.0–3.0 dB.
Service yang dipakai user juga berpengaruh
dalam proses perhitungan ini khususnya untuk
parameter Processing Gain, oleh karenanya
klasifikasi user berdasarkan service dibedakan
menjadi :
- Voice dengan menggunakan codec AMR
12.2 kbps
- Real-time data 144 kbps
- Non real-time data 384 kbps
Sedangkan parameter-parameter lainnya,
sama seperti perhitungan link budget pada
umumnya. Dimana pada perhitungan tersebut
terdapat beberapa parameter untuk Transmiter
(Mobile Station) dan Receiver (Base Station)
sehingga hasil akhir dari perhitungan ini didapat
suatu nilai yang disebut MAPL (Max. Allowable
Propagation Loss).
8.2 Propagation loss
Kemudian perhitungan Propagation Loss
dilakukan untuk mengetahui jari-jari cell atau
coverage, tentunya nilai propagation loss ini tidak
boleh melebihi nilai MAPL. Dalam perhitungan ini
banyak sekali model matematis yang ditawarkan,
dimana model-model tersebut merupakan hasil dari
percobaan disuatu tempat dengan karakter
lingkungan yang berbeda-beda dan menggunakan
range frekuensi berbeda pula.
Diantara model propagasi yang dapat berkerja
pada frekuensi WCDMA adalah :
• Model Cost 231 Walfisch-Ikegami
Model ini merupakan gabungan model empiris
yang digunakan untuk menghitung path loss pada
area building dan urban dengan range frekuensi dari
800 Mhz sampai dengan 2.000 Mhz.
Persamaan model Cost 231 Walfisch-Ikegami :
LCWI = Lfs + Lrts + Lms (dB)
Atau
LCWI = Lfs untuk Lrts + Lms ≤ 0
Untuk Free space loss (Lfs) :
Lfs = 32,4 + 20log d (km) + 20 log f (Mhz) (dB)
Untuk Rooftop to street diffraction and scatter
loss (Lrts) :
Lrts = - 16,9 – 10log w + 10log f +
20log Δhm + Lo (dB
Dimana :
w = street width (m)
Δhm = hr – hm (m)
Lo = -10 + 0.354Ø untuk : 0o≤ Ø ≤35o
Lo = 2,75 + 0,075 (Ø – 35o) dB
untuk : 35o≤ Ø ≤55o
Lo = 4 – 0,114 (Ø – 55o) dB
untuk : 55o≤ Ø ≤90o
Ø = incident angle relative to the street
Untuk Multiscreen (multiscatter) loss (Lms):
Lms = Lbsh + ka + kd log d + kf log f – 9 log b
(dB)
Dimana :
b = distance between buildings along radio path
(m)
Lbsh = - 18 log (1 - Δhb) untuk hb > hr
Lbsh = 0 untuk hb < hr
Ka = 54 untuk hb > hr
Ka = 54 – 0,8hb untuk d ≥ 500
m; hb ≤ hr
Ka = 54 – 1,6hb d untuk d < 500
m; hb ≤ hr
Kd = 18 untuk hb < hr
Kd = 18 + [(15 Δhb)/ Δhm] untuk hb ≥ hr
Kf = 4 + 0,7 [( f / 925 ) -1] untuk kota menengah
dengan kerapatan pohon sedang.
Kf = 4 + 1,5 [( f / 925 ) -1] untuk daerah
metropolitan
Range parameter untuk menjaga validitas model
Cost 231 antara lain :
800 Mhz ≤ f ≤ 2.000 Mhz
4 m ≤ hb ≤ 50 m
1 m ≤ hm ≤ 3 m
0,02 km ≤ d ≤ 5 km
b = 20 – 50 m
w = b/2
Ø = 90o
Roof = 3 m for pitched roof and 0 m for flat
roof
hr = 3 . (number of floors) + roof
• Model Cost 231 Hata
Persamaan model Cost 231 Hata [ 23] :
LCH = 46,3 + 33,9log f – 13,82log hb + ( 44,9 –
6,55log hb ) log d + c (2.13)
Dimana :
hb adalah ketinggian antenna BTS
parameter c = 13 dB untuk daerah dense urban
c = 0 dB untuk daerah urban
c = - 12 dB untuk daerah suburban
c = - 27 dB untuk daerah rural
Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2009 (SNATI 2009) ISSN: 1907-5022
Yogyakarta, 20 Juni 2009
G-79
Tabel 8.1. Estimasi jumlah pelanggan WCDMA
Prediksi pelanggan dilakukan tiap tahun karena
jumlah pelanggan WCDMA dipengaruhi oleh faktor
laju pertumbuhan penduduk,tingkat penetrasi seluler
dan penetrasi layanan WCDMA terhadap sistem
lainnya.Semua faktot tersebut tentu berubah tiap
tahunnya akibat kelahiran,kematian,migrasi,daya
beli masyarakat dan tingkat kebutuhan akan layanan
seluler dan WCDMA.
Kemudian dari data penyebaran penduduk
Denpasar[7],diketahui bahwa 71,63% penduduk
berada di daerah urban dan 28,37% di daerah sub
urban.Sehingga diperkirakan pada tahun 2011
terdapat 46.269 pelanggan di daerah urban dan
18.325 pelanggan di daerah suburban.
9. Estimasi kebutuhan trafik
Selanjutnya tiap area urban dan suburban akan
dibagi lagi berdasarkan kecepatan pergerakan
usernya.Berdasarkan pengamatan didapatkan bahwa
daerah urban di Denpasar terdiri atas 30%
building,40% pedestrian dan 30% daerah
vehicular.Sedangkan daerah suburban terdiri atas
10% building,50% pedestrian dan 40% daerah
vehicularPembagian ini dilakukan karena tiap tipe
area ini akan memiliki nilai OBQ yang berbeda-beda
akibat perbedaan nilai penetrasi pengguna tiap
layanan,lama panggilan efektif dan busy hour call
attempt.Selain itu,jenis layanan yang ditawarkan
juga memberikan nilai OBQ yang berbeda akibat
bitrate yang berbeda dari tiap layanan.Berikut adalah
tabel yang dikeluarkan oleh ITU untuk membantu
perhitungan OBQ[12]

9.1 Perhitungan Offered Bit Quantity (OBQ)
Pada penelitian ini perhitungan yang digunakan
untuk estimasi kebutuhan trafik total layanan
WCDMA menggunakan Offered Bit Quantity
(OBQ). Hal ini dikarenakan variasi layanan pada
sistem WCDMA tidak hanya untuk suara,namun
juga untuk data.
Untuk mendapatkan hasil perancangan yang
optimal, maka data-data untuk melakukan
penghitungan diambil pada saat jam sibuk.Sehingga
kapasitas yang disediakan oleh sistem mampu
Tahu
n
Jumlah
penduduk
(A)
Jumlah
pelanggan
seluler
(B =A x 22%)
Penetrasi
layanan
WCDMA
(C)
Jumlah
pelanggan
WCDMA
(B x C)
007 599.709 131.936 5 % 6.597
2008 612.483 134.747 15 % 20.212
2009 625.529 137.617 25 % 34.405
2010 638.853 140.547 35 % 49.192
2011 652.460 143.542 45 % 64.594
Net User Bit Rate
Servic
e Type
Uplink
(Kbps)
Downlink
(Kbps)
S
SM
SD
MMM
HMM
HIMM
16
14
64
64
128
128
16
14
64
384
2000
128
Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2009 (SNATI 2009) ISSN: 1907-5022
Yogyakarta, 20 Juni 2009
G-80
melayani semua user.Untuk area building,jam sibuk
terjadi antara pukul 09.00 – 16.00.Sedangkan untuk
area pedestrian,jam sibuk terjadi pada pukul 07.00 –
09.00 dan 16.00 – 18.00 yaitu saat terjadi kemacetan
lalu lintas.Sedangkan area vehicular terjadi di luar
jam-jam tersebut.Berikut adalah perhitungan OBQ
yang dilakukan pada area urban dan suburban.
9.1.1 Daerah urban
Dari data dan hasil perhitungan
sebelumnya,diketahui bahwa :
ΣUser urban = 46.269 pelanggan
Luas area = 77,79 Km2
Kepadatan user tiap Km2 = 595 user/Km2
Distribusi pelanggan : 30% building,40%
pedestrian dan 30% daerah vehicular
OBQ = σ x p x d x BHCA x BW (bps/km2)
Dimana :
σ = kepadatan pelanggan potensial dalam suatu
daerah
[user/km2]
p = penetrasi pengguna tiap layanan
d = lama panggilan efektif [s]
BHCA = Busy Hour Call Attempt [call/s]
BW = bandwidth tiap layanan [Kbps]
OBQurban = OBQbuilding + OBQpedestrian +
OBQvehicular
= 115,396 + 118,251 + 31.989
= 265,62 Kbps/Km2
9.1.2 Daerah suburban
ΣUser Suburban = 18.325 pelanggan
Luas area = 49,99 Km2
Kepadatan user tiap Km2 = 367 user/Km2
Distribusi pelanggan : 10% building,50%
pedestrian dan 40% daerah vehicular
OBQsuburban = OBQbuilding + OBQpedestrian +
OBQvehicular
= 23,726 + 91,173 + 26,314
= 141,2 Kbps/Km2
Tabel 9.6 Rekapitulasi perencanaan
Paramete
r Urban Suburban
Luas area
Jari-jari sel
Jumlah sel
Kapasitas
reverse
Kapasitas
forward
Loading Factor
Tinggi antena
77,79 Km2
1,7 Km
11 sel
2868,768 Kbps
4626,728 Kbps
0.7
40 m
49,99 Km2
2,56 Km
3 sel
2458,944 Kbps
3830,76 Kbps
0.6
45 m
10. Analisa penempatan base station
10.1 Perkiraan penempatan base station pada
mapinfo
Dari hasil perencanaan,terdapat 11 base
station untuk area urban dan 3 base station untuk
area suburban.Masing-masing base station
memiliki radius 1,7 Km dan 2,56 Km.Perkiraan
penempatan akan dilakukan pada software
mapinfo. Dalam software ini kita bisa mengetahui
batas-batas kecamatan Denpasar serta nama
daerahnya. Perkiraan penempatan akan
mempertimbangkan daerah yang memiliki
kepadatan penduduk yang tinggi dan topologi
areanya. Untuk mengetahui persebaran penduduk
pada tiap daerah di Denpasar kita bisa memakai
data dari BPS Denpasar dan plot daerah pada
mapinfo. Sedangkan untuk mengetahui topologi
tiap area,struktur bangunan dan ketinggian areanya
kita akan menggunakan google earth. Untuk
mencegah kemungkinan penempatan site pada area
terlarang maka penempatan akan
mempertimbangkan radius untuk penempatan site.
Gambar 10.1 Penempatan base station pada
mapinfo
10.2 Penempatan base station pada google earth
Setelah perkiraan penempatan base station
dilakukan pada mapinfo, maka hasil perkiraan
penempatan dan radius coverage akan diekspor ke
Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2009 (SNATI 2009) ISSN: 1907-5022
Yogyakarta, 20 Juni 2009
G-81
google earth. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan
alamat base station yang bersangkutan dan struktur
bangunan pada area perencanaan.
Gambar 10.1 Penempatan base station pada
google earth
Setelah plot perencanaan dilakukan kita bisa
mendapatkan informasi berupa nama site, site ID,
longitude(lintang) dan latitude(bujur) serta alamat
site tersebut . Berikut adalah tabel hasil rekapitulasi
penempatan site pada Google earth .
10.3 Analisa penempatan base station pada
RPS
Pada google earth akan didapat plot bangunan
dan obstacle disekitar site. Dalam simulasi RPS akan
ditunjukkan pengaruh obstacle dan bangunan
tersebut terhadap kualitas sinyal terima. Selain itu
kita juga bisa mengetahui best server transmitter,
SIR level serta receiver yang menerima sinyal LOS
dari base station. Tiap base station yang
disimulasikan memiliki tiga sector dengan tiga
transmitter yaitu alpha,beta dan gamma.Berikut
adalah analisa hasil simulasi pada RPS :
Gambar 10.2 Daya sinyal terima pada receiver
Gambar 10.3 Plot best server
Gambar 10.4 Plot SIR

Tidak ada komentar:

Posting Komentar